Karya
: Jaziatun Nisa/SMA N 2 Pacitan
Kicauan burung masih terdengar, titik-titik
embun pun masih basah mengenai dedauan. Rasanya tubuh ini enggan sekali beranjak
dari tempat tidur. Biasanya sih di kampung suara si emak jam segini juga belum terdengar.
Ku buka mata berlahan untuk mengumpulkan segenap nyawaku, kulirik jam weker dan
seketika ku melonjak dari tempat tidur tanpa ba..bi..bu kusambar handukku.
‘’Biyungalah, wis telat anakmu iki
mak. Masa ospek masa ospek’’Aku terus saja
mendumel sendirian sambil secepat
kilat aku bersiap dan berlari kencang bak atlit lari maraton menuju kampus
UNESA
Namaku Bejo Suraji Paijo Tirtoyoso Asmorondhono,
asalku dari kota kecil tempat kelahiran presiden RI, yaitu Pacitan. Sudah seminggu
layaknya aku sedang hidup membujang untuk berjuang menimba ilmu di kota orang.
***
“Bejo !” Panggil senior berkali-kali.
Tak sampai hitungan menit aku datang.
“Maa..maaf kak, anu tadi anu”
“Anu-anu opo ! jenengmu Bejo Suraji Paijo
Tir..Tir..Tirto Asmorondho”
“Weh, bukan kak, nama saya BEJJO
SURRAJI PAIJJO TIRRTOYOSO ASMORRONDHONO’’ ku tekan-tekan setiap kalimat yang
aku ucapkan agar terdengar jelas. Tapi spontan teman-teman ospek yang lain menoleh ke arahku sambil tertawa cekhihikan.
Dalam hati ke berkata biarlah, namaku adalah doa terbaik yang diberi oleh emak.
“Nama kok ngalahne truk gandeng’’
Jawabnya dengan senyum kecut, akupun diam tak menghiraukannya.
***
Masa ospek telah berakhir, kini
masa-masa awal kuliah dimulai. Disini aku diterima di Fakultas Hukum. Ku melangkah
perlahan menuju gedung audutorium
tempatku menimba ilmu. Ku buka pintu berlahan betapa kagetnya seketika setiap
orang memandangiku. Baju kotak-kotak, celana jeans, sepatu cats, serta
belangkon yang selalu bertengger di kepalaku. Apa yang salah dariku? Tapi
akupun mencoba tetap tenang dan mendengarkan dosen berkata.
“Silahkan anda sekalian membuat kelompok
yang terdiri dari 3 orang” Sekilas aku menolah-noleh untuk mencari anggota.
“Bejo kan? Nggabung disini aja kalau
mau”
“Iya”
“Aninditya Arga Vionita Pambayun,
Alfina Putri Anggita Damayanti, Bejo Suraji Paijo Tirtoyoso Asmorondhono.
Pada saat dosen membacakan urutan nama
kelompok kami secara otomatis mereka tertawa kembali. Sikapku simple hanya
melenggang pergi dan membiarkan.
***
Ujian semesteran juga telah usai,
kucari-cari namaku di papan pengumuman. Tapi tak ketemu-ketemu juga.
“Bejo Suraji Paijo Tirtoyoso Asmorondhono”
tiba-tiba seseorang menyebut namaku dengan spontan ku menoleh, dia adalah
Aninditya teman sekelompokku dahulu.
“Keren jo ! itu namamu ada di urutan pertama IP
(.08), selamat ya!” katanya dengan senyum simpul.
“Thanks”
“Ternyata anak Pacitanpun juga bisa jadi
mahasiswa berprestasi. Maaf atas argumen teman-teman tentangmu kemarin ya”
“Iyo nin,
aku rapopo kok” jawabku dengan menggunakan logat jawa yang khas
“Apalah arti sebuah nama jo, jika kita bisa
membuktikan bahwa kita mampu meraih apa
yang kita mau. Semangat terus ya..!
“Okee...”
***
Sejak saat itu, teman-teman atau siapapun sudah
terbiasa dengan namaku yang kata mereka aneh, mereka juga tak pernah lagi
mempermasalahkan hal itu, malah kami semua kini menjadi satu layaknya seorang
saudara.