Wednesday, October 29, 2014

Dalam Sebuah Harapan

Karya : Jaziatun Nisa/SMA N 2 Pacitan

Tok!  Tok!! Tok!!!
            “Sayang bangun, masa perawan mama jam segini masih pelukan sama guling!”
            “Iya Ma.” Jawabku setengah sadar.
            Jam weker memang telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Aku angkat badanku meninggalkan surga mimpiku. Ku buka tirai dan oooughh... betapa silaunya, ternyata matahari sudah tinggi. Hmmmmmb lama bercerita belum sempat aku memperkenalkan diri. Namaku Rosseana Annisa sering kali aku dipanggil Sean. Aku teringat saat aku dijuluki gadis rajin, dulunya gelar itu terus aku sandang di seantero kompleks. Iya, itu dulu disaat masih ada banyak misscall tiap bagi buta. Sekarang pribadiku 180o berubah. Empuknya tempat tidur dan alunan musik klasik, aaggghhh.... membuatku semakin enggan beranjak. Tapi bila suara mama sudah melengking melebihi 1 speaker aktif. Secepat kilat akupun harus segera bergegas meninggalkan semua kemalasanku.
***
            “Nis, Jalan Yuk. Kita tunggu ditempat biasa.” Sebuah pesan yang sangat menyebalkan  untukku. Karena apa? Ya, karena aku paling benci hari libur dan malam minggu. Tiap moment itu selalu saja teman-temanku mengajak pergi kesana kemari dan aku harus rela jadi baigonnya. Sebenarnya nggak ada yang salah dengan single, bahkan seorang musisi Andin berpendapat di lirik lagunya I’m Single I’m very happy. Tapi kalau sudah bersama teman-temanku I’m Single I’m very happy sudah tidak berlaku. Biasanya aku ambil jalur pintas dengan berduaan dengan sahabatku, Indah Anin Zulfani istilah kerennya sih senasib seperjuangan gitu. Kami biasanya menikmati suasana malam dengan memandangi ramainya langit. Mendadak ponselku berbunyi.
            “Halo ini siapa?”
            “Liat ke belakang donk, cantik.”
            Tit.. Dengan segera ku putus panggilan tanpa ba..bi..bu lagi dan dengan sigap kubalikan badan mungilku.
            “Hai dek?” sapanya.
            “Kakak.. kok nggak ngasih kabar sih kalau mau pulang?” Tanyaku terkejut bercampur dengan rasa heran.
            “Maaf ya adikku sayang. Hehe..” Jawabnya seraya megacak-acak rambutku.
            Dia seniorku, namanya Ahmad Salaz. Entah aku harus menyebutnya apa. Aku kenal dia tanpa sengaja alias dartem, yaa bahasa sehari-harinya sih dari temen. Kita berhubungan sudah cukup lama tapi tak ada tanda-tanda dia ingin melanjutkan kedekatan ini.  
***
            “Dek kakak mau curhat.” Katanya merajuk.
            “Iya curhat aja kak.”
            “Pacar kakak tu rewel. Sekarang udah jarang ngasih perhatian bahkan bisa dibilang kalau udah nggak pernah ngasih perhatian, suka ngatur-ngatur, minta ini minta itu, harus gini harus gitu, pengen banget aku putusin dia tapi aku nggak tega dek. Aku harus gimana?”
            Diiiyyyyyeeeeeeeeeeeerrrrrr serasa petir menyambar tepat diatas kepalaku. Ternyata selama ini aku salah menanggapi semua perhatiannya. Toh dia juga selalu bungkam soal statusnya jadi aku menyangka dia sendiri, kenyataannya dia telah berdua. Kenapa semua jadi seperti ini? Hatiku serasa teriris dengan pisau yang tumpul.
            “Adek? Di tanya kok malah diem” suaranya membuyarkan lamunanku.
            “Emm...eee...Iya kak. Maaf dipanggil Mama kak, solusinya nanti ya?”
            Tit.. Ku akhiri percakapan itu tanpa salam terakhir dan kusambung dengan menonaktifkan ponselku. Semenjak hari itu aku jarang sekali berhubungan dengannya lagi. Entah sampai berapa lama.
***
            Hari Minggu, Oh My God!! Dengan rasa malas yang sangat meluap-luap aku beranjak dari surga mimpiku untuk masuk ke dunia maya. Dunia yang telah lama tak kujelajahi. Kaget bercampur marah ketika aku baca berpuluh-puluh pesan di inbox dengan pengirim yang sama. Sudahlah, aku ingin move on!! Ku putuskan untuk naik ke atap rumah. Kupandangi indahnya langit sore berhiaskan kilauan mega yang mulai bersembunyi, tiba-tiba origami pesawat terbang mendarat mengenai keningku dengan setangkai mawar merah.
            ”Aowwww!!” Jeritku, bukan karena sakit tetapi karena kaget. Perlahan aku buka origami itu dan ku baca kata yang dibuat bersambung yang bertuliskan.
            Datang ke tempat terakhir kita bertemu tepat pukul 19.30. Malam itu langit ramai.
            Dalam hati aku bertanya-tanya. Siapa pengirim bunga misterius ini?
***
            Malam ini waktu telah menunjukkan pukul 19.05. Ku bolak-balik novel ditangan yang jelas saja tak ku baca. Aku peras seluruh memori otak untuk menebaknya. Hampir 10 menit waktu berlalu aku masih bingung. Namun spontan aku bangun dan bersiap. Lama aku menunggu, terpikir dibenakku yang akan datang adalah DIA namun mendadak harapanku itu tertepis oleh egoku. Hatiku mulai merasakan kecewa dengan rasa berdebar menantikan sosok misterius si pengirim bunga.
            “Dek?” Samar-samar aku dengar suara lembutnya dengan segera ku menoleh mencari sumber suara itu.
            ‘’Kakak ngapain disini?” Tanyaku terheran.
            “Kakak disini buat kamu. Kamu kenapa sih? Kenapa sms, telphone, bbm, w.a, bahkan inbox fb Kakak nggak pernah kamu tanggapin? Kakak salah apa? Dek, Kakak kangen sama canda tawamu.”
            Ungkapan hatinya membuat hatiku merasa miris.
            “Nggak Kak, Tak apa” Jawabku mencoba mengalihkan perhatian.
            “Dek?” Lagi-lagi suaranya yang membuyarkan lamunanku. Matanya seakan menyuruhku untuk memandangnya lebih dalam. Akupun memandangnya dengan mata berbinar-binar.
            “Dek, Kakak sayang sama kamu.” Ucapannya mengejutkanku, tapi aku tak boleh terlarut. Aku harus sadar siapa aku. Dia sudah milik orang lain. Aku tak boleh punya rasa yang lebih kepadanya.
            “Iya Kak. Aku juga sayang sama Kakak. Sebagai sahabat” Jawabku dengan senyum simpul.
            “Bukan dek. Aku sayang kamu lebih dari yang kamu bayangin. Aku baru sadar kalau aku sayang kamu disaat kita tak saling bertutur sapa. Hari-hariku nampak kosong, sepi, hampa meskipun disekitarku banyak khalayak ramai. Maaf kemarin aku diam. Sekarang semuanya telah berubah dek, hidup kakak sudah berubah”
            “Tapi kenapa kamu nggak jujur dari awal?” tanyaku makin memprotes
            “Karena kakak juga sadar itu akan menjauhkan kita sama kayak sekarang, Dek.. Ketahuilah kamu segalanya untukku. Kamu bidadari duniaku. Aku menyanyangimu. Maukah kamu menjadi pena dalam lembaran hidupku? Apabila kamu mau katakan I LOVE YOU dan apabila kamu menolakku katakan AKU BENCI KAMU,”
            Tuhan berikan aku yang terbaik. Tuhan yakinkan aku bahwa ini adalah waktu yang tepat.
            Tanpa ragu akupun segera mengucap kata itu.
            “I LOVE YOU”
            “Kamu serius Dek? Kamu yakin Dek?” tanyanya meyakinkan dan apa bisaku? Aku hanya bisa menganggukkan kepala seraya melemparkan senyuman malu.
***
            Jawaban dari teka-teki yang diberikan si pengirim bunga mawar adalah di taman kota, hari dimana terakhir kita berjumpa, malam itu langit memang sedang ramai dan sejak hari itu cerita kamipun terus berlanjut...
Disqus Comments